Selasa, 26 November 2013

saputra.adi3@gmail.com


ATTHAKATA NIPATA PALI

 Bhumicala Vagga. Dibabarkan Sang Buddha ketika berada di kutagarasalaya, Mahavana, dekat Vesali. Pada suatu hari, Sang Bhagava setelah mengenakan jubah di waktu menjelang siang, mengambil patta dan civara, pergi pindapata ke vesali. Setelah kembali pindapata di vesali dan selesai makan. Beliau berkata kepada bhikkhu Ananda; Ananda ambilah alas tempat duduk (nisidana), kita akan pergi istirahat siang di cetiya Capala. Sang Buddha berjalan kearah cetiya Capala, setelah tiba beliau duduk di tempat yang telah disediakan. Setelah beliau duduk, beliau berkata kepada Bhikkhu Ananda: Ananda menyenangkan sekali Vesali ini, menyenangkan sekali cetiya Udena, Gotamaka, Bahuputtaka, Sattamba, Sarandada dan Capala. Siapa pun telah mengembangkan, sering memparaktekan, menggunakan, memelihara, menguasai dengan sempurna empat inddhipada (kemampuan batin), bila ia mau maka ia dapat hidup selama satu kappa atau masa sisa dari kappa yang sedang berlangsung. Ananda, Tathagata telah mengembangkan empat inddhipada, bila beliau mau, beliau dapat hidup selama satu kappa atau masa sisa dari kappa yang sedang berlangsung. Sekarang walaupun isyarat jelas dan mudah di mengerti telah dimengerti telah diberikan oleh Sang Buddha, namun bhikkhu Ananda tak dapat memahaminya ataupun memohon kepada Sang Bhagava. Bhante, mohon Sang Bhagava hidup sepanjang masa usianya, mohon Sang Sugata hidup sepanjang masa usianya, demi keuntungan, kebaikan banyak orang, berdasarkan kasih sayangnya pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan dan kebahagian para dewa dan manusia, begitulah batinya di kuasai oleh mara. Untuk kedua kali…………………………… Untuk ketiga kali, sang Bhagava berkata kepada bhikkhu Ananda; Ananda menyenangkan sekali vesali ini, menyenangkan sekali cetiya udena atau masa sisa dari kappa yang sedang berlangsung. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada bhikkhu Ananda ”Ananda pergilah dan berbuatlah sesuai dengan kehendakmu. “baik bhante” jawab Ananda dan bangkit drai tempat duduknya, memberi hormat dengan penuh khidmat kepda Sang Bhagava, pergi dan duduk di bawah sebatang pohon yang tidak jauh. Tidak berapa lama setelah bhikkhu Ananda pergi, mara berkata sebagai berikut kepada Sang Bhagava: “bhante sekarang saatnya bagi bhagava untuk parinibbana, bhante sehubungan dengan hal ini, Sang Bhagava pernah berkata: ‘mara saya tidak akan parinibbana, hingga para bhikkhu menjadi siswa-siswa yang terpelajar, terlatih dan penuh keyakinan, telah mencapai kedamaian dengan usaha, cakap, pemelihara dhamma, sempurna dalam kebenaran dhamma, sempurna dalam moral, bertindak sesuai dengan dhamma hingga mereka telah berguru pada dhamma, dapat menerangkannya, mengkhotbahkannya, mengumumkannya, menyusunnya, mengartikannya, menerangkannya dengan seksama, dan dapat menjelaskannya hingga mereka dapat meluruskan pandangan-pandangan salah tentang dhamma, mereka dapat memberikan penjelasan dengan sempurna hingga dapat menimbulkan keyakinan pada setiap orang dan dapat membabarkan dhamma yang agung. Bhante sekarang para bhikkhu, para siswa Sang Bhagava telah terpelajar, terlatih dan penuh keyakinan dan dapat membabarkan dhamma yang agung. Bhante biarlah Sang Bhagava parinibbana, biarlah sang sugata parinibbana, sekarang saatnya Sang Bhagava perinibbana, karena sehubungan dengan hal ini, Sang Bhagava pernah berkata: mara, saya akan parinibbana hingga para bhikkhuni, upasaka dan upasika, semuanya menjadi siswa-siswaku yang terpelajar dan dapat membabrkan dhamma yang agung. Bhante sekarang para bhikkhuni, upasaka dan upasika dari Sang Bhagava dan dapat membabarkan dhamma yang agung. Biarlah Sang Bhagava parinibbana sekarang, biarlah sang sugata parinibbana sekarang, sekarang saatnya Sang Bhagava parinibbana sehubungan dengan hal ini Sang Bhagava pernah berkata: ‘mara, saya tidak akan parinibbana sebelum kehidupan suci (brahmacariaya) ini memperoleh hasil yang baik, tersebar luas dan dihayati dengan benar oleh para dewa dan manusia”. “Bhante, sekarang kehidupan suci yang telah di ajarkan Sang Bhagava telah berhasil dengan baik, tersebar luas dan dihayati dengan benar oleh para dewa dan manusia. Biarlah Sang Bhagava parinibbana, biarlah sang sugata parinibbana; bhante sekarang saatnya Sang Bhagava parinibbana, “mara, jangan menyusahkan dirimu. Saat parinibbana sang Tathagata belum tiba. Tiga bulan lagi sang Tathagata akan parinibbana. Demikianlah di cetiaya Capala, Sang Bhagava dengan penuh pengertian dan perhatian yang benar telah menetapkan keinginannya untuk melenjutkan kehidupannya. Akibat dari peryantaan Sang Bhagava tentang kemauannya untuk melanjutkan kehidupannya itu maka terjadilah gempa bumi yang menakutkan, sangat dahsyat dan meyeramkan serta halilintar menyemar-nyemar. Pada saat itu, bhagava melihat makna kejadian itu lalu mengucapkan gatha ini: “ kelahiran kehidupan yang terbatas maupun yang tak terbatas telah diputuskan oleh petapa. Dengan kegembiraan dan ketenangan, ia menghancurkan pembungkus yang meliputinya”. Terlintas dalam pikiran Ananda: “sungguh hebat gempa bumi ini, sungguh sangat hebat gempa bumi ini, menakutkan bulu roma berdiri dan halilintar menyemar-nyemar. Saya heran apakah yang menjadi sebab dan alasan hingga gempa bumi yang hebat ini terjadi. Lalu bhikkhu Ananda menemui Sang Bhagava, menghormat beliau duduk di tempat yang tersedia. Setelah duduk, ia berkata: “bhante, hebat gempa bumi ini, sangat hebat gempa bumi ini, apakah yang menjadi sebab dan alasan sehingga gempa bumi yang hebat ini terjadi. “Ananda ada delapan sebab atau alasan sampai gempa bumi ini terjadi yang hebat: 1. Bumi yang luas ini terbentuk dari zat cair, zat cair terbentuk dari udara dan udara ada di angkasa; apabila udara yang besar bergerak, maka zat cair terguncang. Keguncangan zat cair ini menyebabkan bumi bergetar. 2. Apabila seorang samana atau brahmana yang memiliki kekuatan batin (indhi) atau kemampuan untuk mengendalikan pikirannya, atau sesosok dewa yang memiliki kekuatan batin yang besar dan maha hebat, memusatkan pikirannya pada zat padat (pathavi) yang terbatas atau pada cairan yang tak terbatas, maka bumi bergetar, goyah dan bergoyang, hal ini terjadi karena dia. 3. Apabila Bodhisattva meninggalkan alam Tusita dengan penuh pengertian dan perhatian, lahir melalui rahim seorang ibu, maka bumi ini bergetar, goyah dan bergoyang. 4. apabila Boddhisattava dengan penug perhatian dan perhatian meninggalkan rahim ibunya (terlahir) maka bumi ini bergetar, goyah dan bergoyang. 5. Apabila seorang Tathagata mencapai kesempurnaan yang tiada bandingan dan penerangan agung, maka bumi bergetar, goyang dan bergoyang. 6. Apabila Tathagata memutar Roda Dhamma (Dhammacakka), maka bumi bergetar, goyah dan bergoyang. 7. Apabila Tathagata dengan pikiran terpusat dan penuh perhatian bertekad untuk meneruskan kehidupannya, maka bumi bergetar, goyah dan bergoyang 8. Apabila Tathagata parinibbana, tanpa ada sisa, maka bumi bergetar, goyah dan bergoyang. Ananda inilah delapan sebab dan alasan gempa bumi terjadi. 2. Tata Surya Abibhu Kotbah ini disampaikan oleh Sang Bhagava kepada bhikkhu Ananda, mengenai murid Buddha sikkhi yang bernama abhibhu yang berada di alam brahma dan menyebabkan suaranya didengar sampai sejauh seribu tata surya yang lain. Dalam sutta ini ananda bertanya kepada Sang Bhagava berapa jauh seorang arahat samasambuddha memperdengar suaranya? Sang Bhagava berkata: Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan diangkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu gunung sineru, seribu jambudipa, seribu aparayojana, seribu utarakuru, empat ribu maha samudera, empat ribu maha raja, seribu catumaharajika, seribu yama, dan seribu alam brahma. Inilah yang dianamakan seribu tata surya kecil. Para bikkhu, selanjutnya akan tiba satu masa, suatu akhir di akhir masa yang lama, matahari yang kedua akan muncul. Ketika matahari ketiga muncul, maka semua sungai besar, yaitu sungai gangga, yamuna, Aciravati, Sarabhu dan Mahi surut, kering dan tiada. Demikianlah para bikkhu, semua bentuk (sankhara) apapun adalah tidak kekal, tidak abadi atau tidak tetap. Janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk itu, itu menjijikan, bebaskanlah diri kamu dari hal itu. Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba satu masa, suatu waktu diakhir masa yang lama, matahari keempat muncul. Ketika matahari keempat muncul, maka semua danau besar tempat bermuaranya sungai-sungai besar, yaitu danau Anotatta, sihapapata, Rathakara, Kannamunda, chadanta dan Madakini surut, kering dan tiada. Demikianlah para bikkhu, semua bentuk (sankhara) apapun adalah tidak kekal, tidak abadi dan tidak tetap. Janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk itu, itu menjijikkan, bebaskanlah diri kamu dari hal itu. Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba di satu masa, suatu waktu diakhir masa yang lama, matahari kelima muncul. Ketika matahari kelima muncul, maka air maha samudera surut 100 yojana, lalu surut 200 yojana, 300 yojana, 400 yojana, 500 yojana, 600 yojana. Air maha samudera tersisa sedalam tujuh pohon palem, enam, lima, empat, tiga, dua pohon palem dan hanya sebatang pohon palem. Selanjutnya, air maha samudera tersisa sedalam tinggi tujuh orang, enam, lima, empat, tiga, dua dan hanya sedalam tinggi seorang raja, lalu dalam airnya setinggi pinggang, setinggi lutut, hingga airnya surut sampai sedalam tinggi mata kaki. Para bhikkhu, bagaikan dimusim rontok, ketika terjadi hujan dengan tetes air hujan yang besar, mengakibatkan ada lumpur dibekas tapak kaki sapi, demikianlah dimana-mana air yang tersisa dari maha samudera hanya bagaikan lumpur yang ada dibekas tapak-tapak kai sapi. Demikianlah para bikkhu, semua bentuk (sankhara) apapun adalah tidak kekal, tidak abadi dan tidak tetap. Janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk itu, itu menjijikkan, bebaskanlah diri kamu dari hal itu. Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu diakhir masa yang lama, matahari keenam muncul. Ketika matahari keenam muncul, maka bumi ini dengan gunung sineru sebagai raja gunung-gunung, mengeluarkan, memuntahkan, dan menyeburkan asap. Para bhikkhu, bagaikan tungku pembakaran periuk yang mengeluarkan, memuntahkan dan menyeburkan asap. Begitu pula yang terjadi pada bumi ini. Demikianlah para bikkhu, semua bentuk (sankhara) apapun adalah tidak kekal, tidak abadi dan tidak tetap. Janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk itu, itu menjijikkan, bebaskanlah diri kamu dari hal itu. Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu diakhir masa yang lama, matahari keenam muncul. Ketika matahari ketujuh muncul, maka bumi ini dengan gunung sineru sebagai raja gunung-gunung terbakar, menyala berkobar-kobar, dan menjadi seperti sebuah bola api yang berpijar. Cahaya nyala kebakaran sampai terlihat dialam brahma, demikian pula dengan debu asap dari bumi dengan gunung sineru tertiup oleh angin sampai kealam brahma. Bagian-bagian dari puncak gunung sineru setinggi 1,2,3,4,5 ratus yojana terbakar dan menyala ditaklukan oleh amukan nyala yang berkobar-kobar dan hancur lebur. Disebabkan oleh nyala yang berkobar-kobar bumi dengan gunung sineru hangus total tanpa ada bara manapun abu yang tersisa. Bagaikan mentega atau minyak yang terbakar hangus tanpa sisa. Demikianlah pula bumi dengan gunung sineru hangus terbakar hingga bara maupun debu tidak tersisa sama sekali. Para bhikkhu, dimana orang bijaksana, orang berkeyakinan, yang telah bebas diantara mereka yang telah melihat tujuan akhir (ditthapada), yang berpikir: Bumi dengan gunung sineru ini akan lenyap tanpa bekas.

Tidak ada komentar: